Derasnya hujan yang jatuh dari langit membasahi seluruh tubuhku,
berdiri di tengah malam pada trotoar jalanan membuatku berpikir atas
keberadaanku yang mungkin saja memang tidak diinginkan dikota ini. Mengapa
diriku sampai berpikir seperti itu? tapi setelah segala perbuatanku yang
membuat teman-temanku dan orang-orang disekelilingku merasa takut, aku rasa hal
itu memang membuat siapa saja akan berpikir hal yang sama seperti diriku.
Dinginnya malam dan basahnya hujan yang menyelimuti tubuhku ini terasa
sangat berbeda ketika aku sedang melihat dan teringat beberapa orang yang masih
menerima diriku apa adanya. Dan saat ini dalam bayang-bayang malam dan diantara
bangunan rumah tinggal ini, aku melihat mereka dalam sebuah rumah yang berada
diseberang tempatku berdiri.
Terlihat melalui jendela yang menyala terang, kecemasan dan kesedihan
menyelimuti seluruh wajah dan tindak-tanduk mereka. Keluargaku, dan teman
baikku Evelyn berada didalam kecemasan tersebut. Tiba-tiba melihat mereka masih
peduli terhadap diriku membuatku merasakan kehangatan dalam hati yang membuat
diriku masih merasa hidup.
"Selamat tinggal semuanya, mungkin suatu saat aku akan kembali
untuk kalian semua." ucapku lirih sembari memalingkan wajah dan tubuhku
untuk menghilang di kegelapan malam itu.
Mengapa hal ini terjadi kepada diriku, mengapa aku memiliki kutukan
ini, apakah ini semua memang sudah menjadi bagian dari takdirku? tapi mengapa
takdirku yang telah diberikan oleh Yang Kuasa ini membuat diriku dan keluargaku
tertekan. Apa maksud dari semua ini? segala pertanyaan itu terus menerus
berputar-putar dikepalaku.
Ku terus melangkahkan kaki menyusuri jalanan kota ini, aku sendiri
tidak tahu harus kemana atau mau kemana. Selama aku masih kuat untuk melangkah,
akan aku lakukan untuk keluar dari kota ini, mungkin keluar dari negeri ini.
Kucoba untuk terus berjalan menerobos derasnya hujan yang mengguyur sekujur
tubuhku, akan tetapi bayang-bayang semua orang yang aku tinggalkan membuat
langkah kakiku tertahan. Terus aku mencoba untuk meneguhkan pendirianku ini
untuk coba meninggalkan segalanya dibelakangku, karena keberadaanku disini
tidak diharapkan oleh lingkungan dan akan membuat orang-orang yang ku sayangi
akan menderita.
“Ini semua demi mereka! Tidak boleh aku untuk menjadi lemah dan hanya
bersandar kepada mereka.” ucapku kepada diriku sendiri untuk meneguhkan
pendirian dan hatiku yang masih gundah.
Walaupun terdengar ucapanku itu egois karena memang itu semua adalah
asumsi yang aku buat sendiri, akan tetapi hal tersebut disebabkan atas kejadian
yang telah terjadi sebelumnya pada diriku dan mengakibatkan orang-orang
disekitarku juga menderita karenanya. Dan aku pun bertekad untuk tidak akan
membuat mereka menderita dan celaka lagi.
Langkah kaki pun berubah ritme menjadi lebih cepat dan lebih cepat
lagi, sehingga tanpa diriku sadari bahwa aku telah membuat diriku melarikan
diri dan menjauh dari kenyataan yang terjadi dibelakangku. Aku coba untuk
kembali menghilang di kegelapan malam dan gang yang sempit, entah telah berapa
jauh aku telah berlari dan entah kemana aku akan membawa diriku. Saat ini yang
aku pikirkan adalah pergi sejauh-jauhnya dari tempat semula aku berada dan
mencari tempat untuk berteduh dari dinginnya malam dan derasnya hujan yang
membasahi kota ini.
Malam pun menjadi semakin larut, kehidupan di kota ini mulai terlihat
berakhir. Tetapi aku terus berlari tanpa henti untuk terus berusaha untuk
melarikan diri dan melupakan jati diriku yang sebenarnya dan menjadikan hal
tersebut menjadi sebuah sejarah dalam kehidupanku. Sejarah yang ku pendam jauh
di dalam pikiranku, aku tahu ini merupakan hal yang paling menyakitkan bagi
diriku, mungkin tidak hanya bagiku tapi mereka yang juga peduli terhadap
diriku. Pikiranku pun mulai kosong dan tenggelam dalam pelarianku, walau terlihat
sangat konyol membuang segala identitas diri dan tidak mencoba untuk bertahan
dalam hidup serta mempertahankan segala yang telah ku miliki.
Aku mungkin seorang yang bodoh, yap mungkin itulah aku. Seorang yang
berpikiran sangat sempit dan bodoh untuk tidak dapat melihat bahwa betapa
beruntungnya diriku ini, telah memiliki banyak orang yang peduli dan sayang
terhadap diriku, akan tetapi saat aku melihat mereka menjadi yang tersakiti
karena diriku, tidak, aku tidak ingin hal itu terjadi pada siapa pun. Biarlah
aku yang menanggung hal itu semua, egois? ya memang benar. Bodoh? sudah pasti
ini hal yang sangat bodoh.
Betapa tidak bodohnya diriku, aku memiliki uang untuk dapat dengan
mudahnya aku mencari tempat pelarian yang baru, menggunakan segala transportasi
yang dapat membantu diriku. Tetapi mengapa aku mencoba untuk menyakiti diriku
sendiri dengan berlari di tengah derasnya hujan dan melewati setiap gang yang
sempit dan daerah kumuh untuk menghilang dalam gelapnya malam. Menghindari
setiap rintangan tembok, menyeberangi setiap jembatan yang ada, dan melewati
setiap tikungan yang ku jumpai dan hal ini hanya untuk berlari dari kenyataan
pahit yang ku alami sebelumnya.
Rasa sakit pada setiap tubuhku sudah tidak lagi aku rasakan lagi,
kakiku pun mulai kehilangan kekuatannya untuk terus berlari lagi. Aku tidak
tahu lagi sudah berapa lama atau sudah berapa jauh aku telah berlari hingga
saat ini, tapi satu yang aku ketahui bahwa mungkin sesaat lagi aku akan
mencapai batas kekuatan dari tubuhku sendiri.
Pandangan mataku pun mulai pudar dan berkunang-kunang, napasku pun
mulai tidak beraturan dan tersengal-sengal, terasa sakit yang tak terkira di
dadaku. Aku sempat berpikir bahwa inilah kekuatan terakhirku untuk hidup dan
sesaat sebelum semuanya mulai hilang dalam ketidaksadaranku, tiba-tiba saja aku
melihat sebuah rumah kumuh yang mungkin dapat membuat diriku sedikit
beristirahat dari semua rasa sakit yang ku alami. Tubuh ini sudah mencapai
puncaknya saat ku terus mencoba untuk mengalihkan pelarianku menuju rumah tersebut,
aku pun tak tahu apakah rumah tersebut berpenghuni atau tidak yang terpenting
saat ini yang ada dalam pikiranku dan instingku mengatakan untuk berhenti dan
bertahan hidup.
Tubuh ini mulai mencapai titik terlemahnya, lariku pun terasa melambat
dan kedua kakiku saat ini terasa sangat berat untuk melangkah. “Harus....
dapat.... sampai kesana....”, ucapku
seraya mencoba membangun segala kekuatan diri yang terasa mulai redup dan
menghilang sedikit demi sedikit tapi pasti. Dengan langkah yang terseok-seok
dan walaupun harus menyeret kedua kakiku dan menarik tubuhku sendiri dengan
kedua tangan ini, aku perlu berhenti sejenak dan berteduh.
Tapi akhirnya saat yang ku takutkan akhirnya datang juga, yaitu segala
kekuatan dalam tubuhku pun mulai sirna dan pandanganku pun mulai gelap,
pikiranku mulai kehilangan kesadarannya, walau insting bertahan hidupku terus
berkata bahwa hanya tinggal sedikit lagi. Semuanya menjadi gelap dan mataku
sudah tidak dapat terbuka lagi, kakiku pun sudah tidak mau melangkah lagi,
kucoba ku ayunkan tanganku ke depan dan apa yang kurasakan pada telapak
tanganku ini? sebuah benda keras dan kokoh terasa sangat jelas sekali pada
telapak tangan ini, aku berpikir bahwa akhirnya aku telah sampai pada dinding
rumah tersebut, aku telah mencapai tempat untuk berteduh dan akhirnya menjadi
sangat dingin dan hening.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar